Oleh : Jhonni sitompul, S.Sos
Sebuah lembaga apapun termasuk lembaga hukum yang didirikan berdasarkan Undang undang yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia, agar berjalan Limbung terhuyung-huyung bahkan mandek, bila tanpa ada partisipasi dari masyarakat (warga).
Kejaksaan Republik Indonesia yang dilahirkan 59 tahun yang lalu, sebagai salah satu pilar hukum dalam penegakan benteng keadilan bagi seluruh rakyat di Indonesia.
Oleh karenanya, sebagai salah satu lembaga hokum peran masyarakat ataupun partisipasi masyarakat untuk membantu penegakan hokum sangat dibutuhkan. Karena tidak mampu bila hanya mengandalkan aparatnya yang sangat terbatas dengan jumlah perkara yang melibatkan hamper seperlima dari jumlah warga Negara Republik Indonesia.
Dengan jumlah penduduk hamper 260 juta jiwa, saat maka jika 10 % saja yang mengalami proses hokum, dengan dengan perkara yang masuk dari kepolisian sekitar 10 persen dari jumlah yang ditangani, maka akan ada sekitar 2,6 juta perkara yang harus di tangani oleh pihak kejaksaan Republik Indonesia dengan dibandingkan jumlah personil Jumlah pegawai Kejaksaan Republik Indonesia pertanggal 8 Mei 2009 hanya berjumlah 19.459 pegawai. (data kejaksaan RI tahun 2009).
Tentu berat untuk dapat melayani jumlah perkara bila hanya mengandalkan personil yang terbatas.
Oleh karenanya peran serta warga dalam penanganan konflik yang hanya sebatas perkara antara warga dapat difasilitasi oleh lembaga hokum berupa lembaga semacam “arbitrase” antara warga. Apalagi bila hanya sebatas kepentingan pribadi warga yang terganggu dan tidak bersifat massif. Tentu lembaga-lembaga seperti ini harus didukung pertumbuhannya, seperti yang dilakukan oleh pihak kepolisian RI dengan membentuk lembaga bernama badan kerukunan Polisi masyarakat (BKPM).
Banyak sekali perkara-perkara, kasus-kasus yang ditangani hanya dalam level BKPM tidak perlu naik hingga ke tingkat polsek atau polres, yang akan menjadi hutang bagi Polri dalam penyelesaiannya.
Tentu contoh diatas perlu diterapkan oleh pihak kejaksaan Republik Indonesia, dengan memberdayakan warga atau masyarakat untuk menyelesaikan masalah hukumnya tanpa perlu melibatkan lembaga-lembaga hokum formal. Jadi bisa saja diharapkan lembaga kerukunan warga, paguyuban untuk menyelesaikan perselisihan diantara warga sendiri.
Dengan banyaknya lembaga kesadaran dan penegakan hukum (kadarkum) maka sebahagian besar kasus-kasus hukum dapat dijalankan dan difasilitasi oleh kelompok kadarkum tersebut.
Tentu ini akan mengalihkan sebahagian besar beban yang selama ini harus ditanggung Kejaksaan republik Indonesia. Sementara percepatan pertambahan jumlah personil sangat terbatas, apalagi dengan pertimbangan anggaran yang secara khusus dalam era reformasi ini lebih diperuntukan bagi percepatan pembangunan fisik di NKRI ini.
Perselisihan adat, lembaga agama, lembaga warga adalah contoh-contoh kasus yang bisa ditangani oleh kejaksaan namun bisa dilakukan oleh warga.
Sudah sangat layak partisipasi tersebut didukung oleh semua pihak, baik dari lembaga hokum manapun untuk memajukan kesadaran hokum di tingkat warga.
Karena dengan lembaga kesadaran hukum akan terbantu tugas tugas berat yang selama ini harus dikerjakan oleh lembaga kejaksaan dan sering menjadi hutang hutang perkara yang kian menumpuk dan hampir tak terkerjakan, dan ini berarti adanya kelemahan dari lembaga yang dimaksud terutama Kejaksaan republik Indonesia.
Oleh karenanya dalam penulisan lomba ini diharapkan semua pihak berpartisipasi antara multi pihak untuk dapat saling memajukan kesadaran hokum bagi Republik Indonesia.
Diharapkan dalam HUT Adhyaksa yang ke 59 ini, dan di era reformasi ini, jaksa makin mandiri dan tidak terbeban dengan banyaknya tunggakan kasus, plus ditambah dengan peningkatan partisipasi masyarakat. Maka dipastikan kejaksaan Republik Indonesia akan semakin maju, mandiri, sesuai dengan visi kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang bersih, efektif, efisien, transparan, akuntabel, untuk dapat memberikan pelayanan prima dalam mewujudkan supremasi hukum secara profesional, proporsional dan bermatabat yang berlandaskan keadilan, kebenaran, serta nilai – nilai kepatutan.
Dengan misi, Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi Kejaksaan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas penanganan perkara seluruh tindak pidana, penanganan perkara perdata dan Tata usaha negara, serta pengoptimalan kegiatan Intelijen Kejaksaan, secara profesional, proporsional dan bermartabat melalui penerapan StandardOperating Prosedure (SOP) yang tepat, cermat, terarah, efektif, dan efisien.
Mengoptimalkan peranan bidang pembinaan dan pengawasan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas bidang-bidang lainnya, terutama terkait dengan upaya penegakan hukum.Mengoptimalkan tugas pelayanan publik di bidang hukum dengan penuh tanggung jawab, taat asas, efektif dan efisien, serta penghargaan terhadap hak-hak publik.
Melaksanakan pembenahan dan penataan kembali struktur organisasi Kejaksaan, pembenahan sistem informasi manajemen terutama pengimplementasian program quickwins agar dapat segera diakses oleh masyarakat, penyusunan cetak biru (blue-print) pembangunan sumber daya manusia Kejaksaan jangka menengah dan jangka panjang tahun 2025, menertibkan dan menata kembali manajemen administrasi keuangan, peningkatan sarana dan prasarana, serta peningkatan kesejahteraan pegawai melalui remunerasi, agar kinerja Kejaksaan dapat berjalan lebih efektif, efisien, transparan, akuntabel dan optimal.
Membentuk aparat Kejaksaan yang handal, tangguh, profesional, bermoral dan beretika guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan wewenang, terutama dalam upaya penegakan hukum yang berkeadilan serta tugas-tugas lainnya yang terkait. (jhonni sitompul)